Sejarah Stasiun Bogor

Sejarah Stasiun Bogor



Stasiun Bogor mulai beroperasi setelah diresmikannya jalur Semarang-Yogya yang dibangun oleh jawatan kereta api swasta milik Belanda NIS. Berikut adalah sejarah Stasiun Bogor yang kini menjadi salah satu moda transportasi paling banyak digunakan masyarakat.

Rencana awalnya, perusahaan swasta NIS (Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij) hanya akan membangun jalur rel yang menghubungkan Semarang dan Yogyakarta, melintasi tanah kerajaan di kawasan Surakarta dan daerah perkebunan. Namun pemerintah Hindia Belanda memberikan syarat untuk membangun jalur kereta baru ke Ambarawa untuk kepentingan militer.

Syarat lainnya adalah membangun jalur kereta dari Batavia ke Buitenzorg dengan menggunakan lebar sepur yang disesuaikan kondisi alam dan lingkungannya. Umumnya lebar sepur yang digunakan adalah 1.435 mm sesuai ukuran yang digunakan di Belanda, namun karena kondisi alam yang berbukit-bukit maka lebar sepur kemudian disesuaikan menjadi 1.067 mm.

Perubahan ukuran terjadi setelah pihak perusahaan menghadapi berbagai kendala saat pembangunan jalur rel tahap pertama tersebut. Pada tahun 1869, J.A. Kool dan N.H. Henket membuat penelitian tentang lebar sepur yang cocok diterapkan di Pulau Jawa. Dari segi teknis dan ekonomis, mereka melaporkan bahwa ukuran lebar 1.067 milimeter lebih sesuai untuk daerah-daerah di Jawa yang berbukit. Saat itulah pemerintah kolonial kemudian menggunakan ukuran tersebut untuk membangun semua jaringan rel baru, termasuk jalur Batavia – Buitenzorg.


Pembangunan jalur kereta api sejauh 56 kilo meter dari pelabuhan Sunda Kelapa (Stasiun Pasar Ikan) ke Buitenzorg mulai dilakukan pada tahun 1869.

Pada tanggal 31 Januari 1873, jalur Batavia-Buitenzorg mulai beroperasi dengan penggunaan tiket edmondson. Dengan adanya jalur kereta api tersebut, maka Batavia pun mengalami perkembangan dari segi perekonomian karena jalur ini juga dimanfaatkan utuk kepentingan ekonomis yakni perdagangan di sepanjang perlintasan kereta api.

Selain itu, konsesi politik antara pihak perusahaan dengan pemerintah Hindia Belanda menjadikan Stasiun Bogor yang diresmikan pada tahun 1881, mulai difungsikan sebagai tempat persinggahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda sebelum pulang ke Istana Bogor. Pada masa itu, hanya ada dua stasiun yang memang didesain khusus untuk Gubernur Jenderal, yaitu Stasiun Bogor dan Stasiun Jebres di Solo.

Pembangunan Stasiun Bogor dilakukan oleh perusahaan Staatspoorwegen (SS) yang dimulai sejak tahun 1872. Stasiun ini kembali diperluas pada tahun 1880 dan diresmikan pada 5 Oktober 1881. Selain untuk angkutan umum dan barang, Stasiun Bogor juga menjadi stasiun transit untuk Gubernur Jenderal.

Arsitektur Bangunan Stasiun Bogor memiliki gaya Eropa dengan berbagai nuansa motif mulai dari motif geometris awan, kaki singa dan relung pada bagian lantainya. motif mewah ini memang dipilih karena stasiun ini sering dikunjungi oleh Gubernur Jenderal dan para pejabat tinggi pemerintahan maupun pejabat tinggi dari manca negara yang datang berkunjung.

Desain tangga kayu dibuat meliuk menghubungkan lantai dasar dengan lantai 2. Karakter bangunannya sendiri memiliki ciri khas neo klasik. Atapnya menggunakan desain emplasemen yang membentang lebar menggunakan rangka baja, sedangkan penutup atap menggunakan besi bergelombang.



Stasiun Bogor tahun 1980an - Foto Istimewa




Pada bagian ruang utama, dipasang sebuah monumen dari marmer setinggi 1 meter yang memang sengaja dibuat oleh staff SS untuk menghormati David Maarchalk yang saat itu sedang memasuki masa pensiun.

Halaman stasiun Bogor didesain menjadi sebuah taman terbuka hijau yang diberinama Taman Stasiun atau Station Park. Meski memiliki nama resmi taman stasiun, namun warga sekitar lebih sering menyebutnya sebagai Kebon Kembang karena di dalam kawasan taman ini banyak ditumbuhi tanaman-tanaman bunga yang mekar dengan warna-warnanya yang cantik.

Untuk mendukung jalur transportasi angkutan umum dan hasil pertanian, maka pada tahun 1887 dibangun lagi jalur menuju Cicurug, Sukabumi. Baru pada tahun 1888, jalur tersebut telah terhubung dengan Cilacap di Jawa Tengah.

Setelah listrik masuk ke Bogor (1925), kereta api yang berbahan bakar batubara dan diesel mulai dihentikan pengoperasiannya. Untuk kereta diesel masih digunakan melayani jalur Bogor-Sukabumi, sedangkan untuk jalur Bogor – Jakarta menggunakan kereta api bertenaga listrik. Jalur rel dari Bogor ke Jakarta dilengkapi dengan kabel listrik yang berdaya 1500 Volts DC.

Pada tahun 2009, Stasiun Bogor direnovasi oleh kementerian Perhubungan dengan mengubah pintu masuk yang semula menghadap ke arah Jalan Nyi Raja Permas menjadi ke arah Jalan Mayor Oking.

0 Response to "Sejarah Stasiun Bogor "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel