
Kiprah dan Perjuangan Marzoeki Mahdi
Maret 22, 2025
Comment
Marzoeki Mahdi bukan orang yang lahir di Bogor, namun kiprah dan perjuangannya diakui oleh tokoh-tokoh pergerakan yang ada di kota ini.
Lahir di Minangkabau, 14 Mei 1890
Marzoeki Mahdi yang lahir di Minangkabau, 14 Mei 1890 adalah lulusan sekolah pendidikan dokter Hindia atau STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang gedungnya kini digunakan menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada 1924, Marzoeki Mahdi dipercaya memegang jabatan sebagai ketua Jawatan Rumah Sakit Djiwa di Bogor (Krankzinnigen gesticht Psychiatrische te Buitenzorg).
Tahun 1926 ia dipindahkan ke Semarang untuk memimpin sebuah rumah sakit transisi. Saat berada di Semarang itulah ia ikut berperan aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan mulai dari anggota Boedi Oetomo, Ketua Penjoeloeh Semarang, anggota Dewan Kota hingga menjabat sebagai ketua Persatuan Sepak Bola Bumi Putera di masa kolonial.
Pada tahun 1932, Ia kembali ditugaskan ke Buitenzorg untuk kembali memimpin Jawatan Rumah Sakit Jiwa Bogor. Sejak saat itulah, ia mulai lebih aktif dalam pergerakan nasionalis, salah satunya adalah menjadi ketua Parindra atau Partai Indonesia Raya cabang Bogor yang merupakan kepanjangan dari organisasi Boedi Oetomo.
Selain aktif dalam kegiatan berorganisasi dan tugasnya sebagai dokter di rumah sakit, Marzoeki Mahdi juga sempat menjadi guru pengajar sementara di Middlebare Landbouwschool (MLS) atau sekolah pertanian yang berlokasi di Jalan Merdeka Bogor dari 1933-1938. Di sekolahan itu ia mengajarkan tentang ilmu-ilmu kesehatan dan perban (Gezondheidsleer en Verbandleer).
Pada tahun 1942 setelah pendudukan Jepang, Rumah Sakit Jiwa Bogor menjadi tempat penampungan bagi para pasien yang didatangkan dari Jakarta. Hal ini dikarenakan sebagian besar Rumah Sakit Jiwa di Jakarta dijadikan markas militer bagi tentara Jepang. Pada tahun yang sama, Marzoeki Mahdi diangkat menjadi direktur di Rumah sakit Jiwa Bogor.
Pada saat itulah, Dr. Marzoeki Mahdi menentang kedatangan pasien yang terus menerus itu karena kapasitas rumah sakit yang telah penuh sesak. Alhasil banyak pasien yang meninggal karena tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya. Mayat-mayat mereka dimakamkan dalam kuburan masal yang letaknya di seberang rumah sakit ini.
Pada tahun 1945, Marzoeki Mahdi diangkat menjadi inspektur kesehatan dan pada saat itulah pasukan Sekutu datang ke Buitenzorg dengan membonceng tentara Belanda yang berkedok NICA. Pada tahun 1946, pasukan Sekutu menangkap Dr. Marzoeki Mahdi yang dianggap sebagai mata-mata karena kedekatannya dengan pejuang Republik.
Bagi rekan-rekan seperjuangannya, Marzoeki Mahdi tidak hanya cerdas dan aktif berorganisasi tetapi ia juga adalah orang yang sangat dermawan. Pada tahun 1939 ketika terjadi kebakaran besar di daerah Jasinga Bogor, Marzoeki Mahdi memberikan bantuan sebesar f 100 (100 gulden) untuk meringankan para korban kebakaran.
![]() |
Dr.Marzoeki Mahdi melayat Muhammad Husni Thamrin yang wafat pada 11 Januari 1941 |
Semangat dan jiwa nasionalis Dr. Marzoeki Mahdi sudah tidak diragukan lagi. Beliau sering bertemu dan mengatur strategi dengan tokoh-tokoh perjuangan Bogor di Gedung Parindra yang dahulu berkantor di rumah yang sekarang digunakan sebagai Museum Perjuangan Kota Bogor.
Ketika terjadi pertempuran di dekat Stasiun Bogor yang melukai Kapten Tubagus Muslihat, Dr. Marzoeki Mahdi menjadi orang pertama yang berusaha menyelamatkan nyawa sahabatnya itu.
Pada tanggal 27 Mei 1967, Dr. Marzoeki Mahdi wafat dalam usia 77 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Blender di Kebon Pedes, Kota Bogor. Untuk mengenang jasa-jasa Beliau sebagai tokoh kedokteran dan pergerakan, Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI pada tahun 2002 menerbitkan Surat Keputusan mengenai perubahan nama dari Rumah Sakit Jiwa Bogor menjadi RS DR.Marzoeki Mahdi.
0 Response to "Kiprah dan Perjuangan Marzoeki Mahdi"
Posting Komentar