
Sejarah Pemerintahan Kota Bogor
Januari 16, 2024
Comment
Setelah pemerintahan Republik Indonesia terbentuk di tahun 1945, Bogor sudah memiliki walikota yang memimpin pemerintahan kota. Berikut Sejarah pemerintahan Kota Bogor.
Saat itu, Bogor dipimpin oleh Burgemeester. Setelah 1905, Bogor berpisah dari wilayah administratif Batavia (Jakarta) dan diberikan hak otonom (Stadsgemeente) sesuai keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu. Berdasarkan hal tersebut, maka Bogor menjadi salah satu pemerintahan kota tertua di Indonesia. Bahkan lebih tua dari Bandung yang baru ditetapkan sebagai Stadsgemeente pada 1906.
Wilayah Bogor (Buitenzorg) masih berupa kawasan seluas 22 kilomter persegi yang terdiri dari dua distrik dan tujuh desa dengan 30.000 jiwa jumlah penduduk Bogor pada saat itu. Pemerintahan Stadsgemeente Bogor hanya sampai pada tahun 1942 saja, yaitu saat pendudukan Jepang.
Jalannya pemerintahan diambil alih oleh Jepang. Istilah yang menggunakan Bahasa Belanda diganti menjadi istilah berbahasa Jepang, tanpa merubah sistem pemerintahan yang sudah ada. Stadsgemeente menjadi “Si” sedangkan Burgemeester menjadi “Sico”.
Residentie Buitenzorg atau Residen Bogor yang membawahi Bogor, Sukabumi dan Cianjur dirubah menjadi Bogor Syuu. Pada zaman Jepang juga, dimulai penggunaan kata BOGOR untuk menggantikan Buitenzorg yang digunakan pemerintahan sebelumnya. Kota Bogor saat itu masih sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, Ciawi, Cibinong, Parung, Leuwiliang, Jasinga, dan Cibarusa.
Undang-Undang No.1 tahun 1945 menetapkan Bogor dipimpin oleh walikota R.Odang Prawiradipraja. Namun kedatangan Sekutu ke Bogor mengubah sistem pemerintahan yang sudah ada.
Mereka mengangkat J.J Penoch sebagai Burgemeester dari tahun 1948 s/d 1950. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah Republik mengangkat Walikota Bogor yang baru yaitu M.Witjaksono Wirjodihardjo.
Undang Nomor 1 tahun 1957, menetapkan nama Kota Besar Bogor berganti nama menjadi Kota Praja Bogor.
Mengganti nama Kotapraja Bogor menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor sesuai UU No.18/1965 dan UU No.5/1974.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menetapkan perubahan nama kembali menjadi Kota Bogor.
Berubahnya wilayah administratif
Pada masa pemerintahan walikota Achmad Sham, Kota Bogor yang terbagi dalam dua wilayah administratif yaitu Kecamatan Kota Kaler yang terdiri dari Paledang, Panaragan, Pabaton dan Bantar Jati dan Kecamatan Kota Kidul yang terdiri dari Babakan Pasar, Tegal lega, Batutulis dan Bondongan.
Setelah terbit Surat Keputusan Walikotamadya Bogor Nomor 5422/1/68 tahun 1968 menetapkan pembagian lima wilayah di Kota Bogor yang terdiri dari kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, kecamatan Bogor Utara, kecamatan Bogor Selatan, dan kecamatan Bogor Tengah.
Perubahan luas wilayah
Pemerintah Republik Indonesia melalui PP No.2 / 1995 memutuskan perubahan atas batas wilayah Kotamadya daerah tingkat II Bogor dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Dengan demikian, wilayah Kota Bogor lima kali lebih luas dari sebelumnya dari yang tadinya 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha.
Perluasan wilayah tersebut meliputi11 desa di Kecamatan Semplak,
Adapun wilayah kecamatan di kota Bogor dibagi menjadi 68 kelurahan yang berada di wilayah 6 kecamatan. Sesuai dengan adanya perluasan tersebut, maka wilayah administratif kota Bogor terdiri dari enam kecamatan dengan tambaha kecamatan Tanah Sareal.
Berikutnya para pejabat yang diangkat menjadi Walikota Bogor adalah:
Walikota pertama yang memimpin pemerintahan Kota Bogor adalah R.Odang Prawiradipraja. Namun dalam perjalanan sejarahnya, pemimpin pemerintahan pertama di Bogor adalah Mr.A.Bagchus yang dilantik pada tahun 1902.
Saat itu, Bogor dipimpin oleh Burgemeester. Setelah 1905, Bogor berpisah dari wilayah administratif Batavia (Jakarta) dan diberikan hak otonom (Stadsgemeente) sesuai keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu. Berdasarkan hal tersebut, maka Bogor menjadi salah satu pemerintahan kota tertua di Indonesia. Bahkan lebih tua dari Bandung yang baru ditetapkan sebagai Stadsgemeente pada 1906.
Wilayah Bogor (Buitenzorg) masih berupa kawasan seluas 22 kilomter persegi yang terdiri dari dua distrik dan tujuh desa dengan 30.000 jiwa jumlah penduduk Bogor pada saat itu. Pemerintahan Stadsgemeente Bogor hanya sampai pada tahun 1942 saja, yaitu saat pendudukan Jepang.
Jalannya pemerintahan diambil alih oleh Jepang. Istilah yang menggunakan Bahasa Belanda diganti menjadi istilah berbahasa Jepang, tanpa merubah sistem pemerintahan yang sudah ada. Stadsgemeente menjadi “Si” sedangkan Burgemeester menjadi “Sico”.
Residentie Buitenzorg atau Residen Bogor yang membawahi Bogor, Sukabumi dan Cianjur dirubah menjadi Bogor Syuu. Pada zaman Jepang juga, dimulai penggunaan kata BOGOR untuk menggantikan Buitenzorg yang digunakan pemerintahan sebelumnya. Kota Bogor saat itu masih sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, Ciawi, Cibinong, Parung, Leuwiliang, Jasinga, dan Cibarusa.
Undang-Undang No.1 tahun 1945 menetapkan Bogor dipimpin oleh walikota R.Odang Prawiradipraja. Namun kedatangan Sekutu ke Bogor mengubah sistem pemerintahan yang sudah ada.
Mereka mengangkat J.J Penoch sebagai Burgemeester dari tahun 1948 s/d 1950. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah Republik mengangkat Walikota Bogor yang baru yaitu M.Witjaksono Wirjodihardjo.
Perubahan nama pemerintahan Kota Bogor Di tahun 1950, Staadsgemeente dirubah menjadi Kotapraja. Sesuai Undang-Undang No.16 th.1950 Buitenzorg pun berganti nama menjadi Kota besar Bogor.
Undang Nomor 1 tahun 1957, menetapkan nama Kota Besar Bogor berganti nama menjadi Kota Praja Bogor.
Mengganti nama Kotapraja Bogor menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor sesuai UU No.18/1965 dan UU No.5/1974.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menetapkan perubahan nama kembali menjadi Kota Bogor.
Berubahnya wilayah administratif
Pada masa pemerintahan walikota Achmad Sham, Kota Bogor yang terbagi dalam dua wilayah administratif yaitu Kecamatan Kota Kaler yang terdiri dari Paledang, Panaragan, Pabaton dan Bantar Jati dan Kecamatan Kota Kidul yang terdiri dari Babakan Pasar, Tegal lega, Batutulis dan Bondongan.
Setelah terbit Surat Keputusan Walikotamadya Bogor Nomor 5422/1/68 tahun 1968 menetapkan pembagian lima wilayah di Kota Bogor yang terdiri dari kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, kecamatan Bogor Utara, kecamatan Bogor Selatan, dan kecamatan Bogor Tengah.
Perubahan luas wilayah
Pemerintah Republik Indonesia melalui PP No.2 / 1995 memutuskan perubahan atas batas wilayah Kotamadya daerah tingkat II Bogor dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Dengan demikian, wilayah Kota Bogor lima kali lebih luas dari sebelumnya dari yang tadinya 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha.
Perluasan wilayah tersebut meliputi11 desa di Kecamatan Semplak,
- 6 desa di Kecamatan Ciomas,
- 5 desa di Kecamatan Dramaga,
- 10 desa di Kecamatan Kedung Halang,
- 11 desa di Kecamatan Ciawi dan
- 3 desa di Kecamatan Cijeruk.
Adapun wilayah kecamatan di kota Bogor dibagi menjadi 68 kelurahan yang berada di wilayah 6 kecamatan. Sesuai dengan adanya perluasan tersebut, maka wilayah administratif kota Bogor terdiri dari enam kecamatan dengan tambaha kecamatan Tanah Sareal.
Berikutnya para pejabat yang diangkat menjadi Walikota Bogor adalah:
- M.Witjaksono Wirjodihardjo (1948-1950)
- R.Djoekardi (1950 – 1952)
- R.S.A Kartadjumena (1952 – 1956),
- Pramono Notosudiro ( 1956 -1959),
- R. Abdul Rachman (1960 – 1961),
- Letkol. Achmad Adnawidjaya (1961 – 1965) dan
- Kol. Achmad Sham ( 1965 – 1979).
- Achmad Sobana,SH. (1979 – 1984),
- Ir. Muhammad (1984 – 1989), Drs. Suratman (1989 -1994),
- Drs. Eddy Gunardi (1994 – 1999),
- Iswara Natanegara,SH.(1999 -2004),
- Drs. Diani Budiarto, Msi (2004 – 2014),
- Dr. Bima Arya (2014-2018),
- Ir. Usmar Hariman (Plt Walikota 2018)
- Dr. Bima Arya (2019 – 2024)
0 Response to "Sejarah Pemerintahan Kota Bogor"
Posting Komentar