
Sejarah dan Asal Usul Empang Bogor
November 10, 2023
Comment
Dalam Bahasa Sunda, Empang memiliki arti kulah atau kolam ikan yang berukuran luas. Dokumen lama bertanggal 18 Januari 1776 mengungkap keberadaan Empang yang cukup besar berada di halaman kediaman Bupati di Kampung Sukahati, tidak jauh dari aliran Sungai Cisadane.
Sedangkan dokumen lainnya yang memiliki tanggal 28 November 1815, sudah jelas-jelas menyebut daerah ini dengan nama Kampung Empang. Itu artinya, sebutan Empang sudah digunakan sejak awal-awal perkembangan Buitenzorg atau Bogor.
Cerita lain datang dari masa kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran masih berdiri. Pada masa itu, kawasan ini masih berupa alun-alun yang sangat luas. Di tempat ini pula pada tahun 1579 menjadi palagan atau medan perang antara pasukan Banten dengan prajurit Pajajaran.
Perang kolosal tersebut melibatkan ratusan prajurit yang bertempur habis-habisan dengan menggunakan tombak, golok, panah, dan senjata lainnya. Pasukan Pajajaran berusaha keras menghalau serbuan musuh dengan melemparkan tombak, panah, serta menjatuhkan batu-batu besar dari bukit yang berada di sekitar Bondongan.
Pertempuran tersebut konon memakan waktu hingga dua hari dua malam. Hal ini dikarenakan sulitnya musuh untuk menembus benteng pertahanan Pakuan yang dulu pernah dibuat oleh Sang Maharaja Prabu Siliwangi. Selain itu juga dikarenakan medan yang terjal juga karena adanya parit pertahanan yang cukup dalam.
Dari atas bukit Bondongan, pasukan penjaga melemparkan panah dan bebatuan untuk menghalau pasukan musuh yang mencoba memasuki gerbang. Satu persatu prajurit musuh terjerembab jatuh ke dalam parit sebelum dapat memasuki benteng.
Mayat-mayat prajurit dari dua kubu yang bertikai bergelimpangan di sekitar alun-alun. Sebagian menjadi mangsa binatang buas yang dulu masih banyak berkeliaran di sekitar tempat ini. Sayangnya, pertahanan Pajajaran berhasil ditembus setelah adanya penghianatan dari dalam istana. Musuh berhasil masuk melalui gerbang pakuan yang berada di Lawang Gintung.
Setelah gerbang terbuka, sirnalah semua kejayaan Pajajaran. Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati hancur tidak bersisa dibakar pasukan Banten pimpinan Jayaantea. Setelah kehancurannya, lahan Pakuan dibiarkan tidak tersentuh selama ratusan tahun lamanya. Kawasan Bondongan hingga Batu Tulis pun berubah menjadi hutan belantara yang dipenuhi binatang-binatang buas.
Empang yang dahulu berupa lapangan luas, kini dipenuhi semak-semak belukar yang tinggi dan berawa. Sampai kemudian, Bupati kampung Baru mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Jacob Mossel untuk membuka lahan bekas alun-alun itu untuk dijadikan kampung Sukahati sebagai tempat kediamannya.
Penyebutan Empang muncul setelah Bupati Kampung Baru, yaitu Demang Wiranata yang berkuasa dari tahun 1749 s/d 1758 membuat kolam ikan di halaman pendopo. Wiranata sendiri sebelumnya menjabat sebagai Patih Cianjur dan juga adik dari Wiratanu III (Dalem Cicondre) yang sangat dikenal VOC sebagai pelopor perkebunan kopi di Jampang.
Sebuah dokumen bertanggal 29 Desember 1761 juga menyebutkan bahwa Bupati Kampung Baru, Aria Natanagara sudah berkedudukan di Kampung Sukahati. Beliau inilah yang kemudian membuat kanal baru atau sodetan dari Sungai Cisadane yang kini dikenal dengan Cipakancilan. Sejak saat itulah, penyebutan Empang mulai lebih sering digunakan ketimbang nama Sukahati.
Perang kolosal tersebut melibatkan ratusan prajurit yang bertempur habis-habisan dengan menggunakan tombak, golok, panah, dan senjata lainnya. Pasukan Pajajaran berusaha keras menghalau serbuan musuh dengan melemparkan tombak, panah, serta menjatuhkan batu-batu besar dari bukit yang berada di sekitar Bondongan.
Pertempuran tersebut konon memakan waktu hingga dua hari dua malam. Hal ini dikarenakan sulitnya musuh untuk menembus benteng pertahanan Pakuan yang dulu pernah dibuat oleh Sang Maharaja Prabu Siliwangi. Selain itu juga dikarenakan medan yang terjal juga karena adanya parit pertahanan yang cukup dalam.
Dari atas bukit Bondongan, pasukan penjaga melemparkan panah dan bebatuan untuk menghalau pasukan musuh yang mencoba memasuki gerbang. Satu persatu prajurit musuh terjerembab jatuh ke dalam parit sebelum dapat memasuki benteng.
Mayat-mayat prajurit dari dua kubu yang bertikai bergelimpangan di sekitar alun-alun. Sebagian menjadi mangsa binatang buas yang dulu masih banyak berkeliaran di sekitar tempat ini. Sayangnya, pertahanan Pajajaran berhasil ditembus setelah adanya penghianatan dari dalam istana. Musuh berhasil masuk melalui gerbang pakuan yang berada di Lawang Gintung.
Setelah gerbang terbuka, sirnalah semua kejayaan Pajajaran. Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati hancur tidak bersisa dibakar pasukan Banten pimpinan Jayaantea. Setelah kehancurannya, lahan Pakuan dibiarkan tidak tersentuh selama ratusan tahun lamanya. Kawasan Bondongan hingga Batu Tulis pun berubah menjadi hutan belantara yang dipenuhi binatang-binatang buas.
Empang yang dahulu berupa lapangan luas, kini dipenuhi semak-semak belukar yang tinggi dan berawa. Sampai kemudian, Bupati kampung Baru mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Jacob Mossel untuk membuka lahan bekas alun-alun itu untuk dijadikan kampung Sukahati sebagai tempat kediamannya.
Penyebutan Empang muncul setelah Bupati Kampung Baru, yaitu Demang Wiranata yang berkuasa dari tahun 1749 s/d 1758 membuat kolam ikan di halaman pendopo. Wiranata sendiri sebelumnya menjabat sebagai Patih Cianjur dan juga adik dari Wiratanu III (Dalem Cicondre) yang sangat dikenal VOC sebagai pelopor perkebunan kopi di Jampang.
Sebuah dokumen bertanggal 29 Desember 1761 juga menyebutkan bahwa Bupati Kampung Baru, Aria Natanagara sudah berkedudukan di Kampung Sukahati. Beliau inilah yang kemudian membuat kanal baru atau sodetan dari Sungai Cisadane yang kini dikenal dengan Cipakancilan. Sejak saat itulah, penyebutan Empang mulai lebih sering digunakan ketimbang nama Sukahati.
![]() |
Litografi Rach menggambarkan kunjungan Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke rumah Demang Wiranata di Kampung Soeka hati tahun 1770 |
Sejarah Empang menjadi kampung Arab
Pada tahun 1815, Habib Abdullah bin Mukhsin Al Attas mendirikan masjid baru di kawasan Empang. Setelah berlakunya kebijakan pembagian wilayah berdasarkan etnis atau Wijkenstelsel oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, di kawasan Empang mulai ramai dihuni oleh orang-orang Arab dan keturunannya.
Pada masa kini, Empang telah menjadi kawasan yang super sibuk dan selalu ramai oleh aktivitas masyarakatnya. Sejumlah bangunan tua yang masih bisa dilihat di Empang antara lain, Masjid An Nur, Masjid Agung Empang, Makam Habib Abdullah bin Mukhsin Al Attas, bekas Rumah bupati Kampung Baru, Rumah Kapitan Arab, makam keluarga Dalem Shalawat, serta Bendungan Empang.
Setiap perayaan hari-hari besar Islam, kawasan Empang akan selalu ramai dipenuhi oleh umat Muslim yang ikut merayakannya. Alun-alun Empang pun akan dipenuhi dengan para pedagang yang menjajakan dagangannya.
![]() |
Masjid di alun alun Empang |
Di dekat kawasan Empang, naik melalui tanjakan Bondongan, akan ditemukan makam seorang pelukis terkenal di abad 19 yaitu Raden Saleh dan istrinya. Dari arah Bondongan jika berjalan lurus ke timur akan mendapati Taman Makam Pahlawan terkenal Dreded dan situs prasasati Batu Tulis yang dibuat sejak masa Kerajaan Pakuan Pajajaran masih berdiri.
0 Response to "Sejarah dan Asal Usul Empang Bogor"
Posting Komentar