
Riwayat Raden Saleh sang maestro
November 22, 2023
Comment
Raden Saleh lahir di Terboyo, Semarang. Mengenai tahun kelahirannya masih banyak yang berbeda pendapat. Di lukisan potret dirinya, Raden Saleh menuliskan Mei 1811, tetapi dalam salah satu suratnya ia menyebut tahun 1814.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Werner Kraus, kurator dan akademisi asal jerman yang sudah lebih dari 20 tahun meneliti riwayat hidup Raden Saleh dan karya karyanya. Menurutnya tahun kelahiran Raden Saleh yang tepat adalah 1811, itu lantaran saat masih berumur 8 tahun Raden Saleh sudah mulai belajar melukis pada 1819 dan bersekolah di Volks-School atau Sekolah Rakyat.
Riwayat hidup Raden Saleh lahir dari keluarga terpandang keturunan Jawa-Arab. Ayahya bernama Sayyid Husen bin Alwi bin Awal bin Yahya, dan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen. Dari sisi ibunya, Raden Saleh merupakan cucu dari Kyai Ngabehi Kertoboso atau Sayyid Abdoellah Boestaman yang pernah berkuasa di Terboyo.
Semenjak kecil, Raden Saleh diasuh oleh pamannya yang bernama Raden Adipati Surohadimenggolo, seorang Bupati Semarang yang bersimpati pada perjuangan Pangeran Diponegoro. Sedangkan kakak sepupunya, Raden Sukur ditangkap Belanda bersama Diponegoro.
Bakat melukis Raden Saleh kecil sudah mulai tampak saat ia masih duduk di Sekolah Rakyat. Pada 1817 pamannya yang lain, Raden Adipati Ario Panji Kartadiningrat Bupati Majalengka mengirim Raden Saleh untuk belajar di bawah pengawasan Residen Priangan, Baron Robert van der Capellen.
Dua tahun kemudian yaitu pada 1819, Raden Saleh melanjutkan pendidikannya di Bogor. Di kota hujan ini ia tinggal bersama Gubernur Jenderal G.A.G Baron van der Capellen yang adalah kakak dari Residen Priangan.
Di Bogor Raden Saleh belajar di bawah pengawasan Prof C.G.C Reindwart seorang ahli botani asal Jerman yang juga salah seorang perintis Land Plantentuin te Buitenzorg atau Kebun Raya Bogor. Pada saat itu, Reindwart masih menjabat sebagai direktur pertanian, kesenian dan ilmu pengetahuan di Hindia Belanda sejak tahun 1817.
Bakat melukis Raden Saleh mengundang ketertarikan A.J Payen seorang pelukis asal Belgia yang saat itu sedang mendapat tugas menggambar alam flora dan fauna untuk dokumentasi lands Plantentuin. Sejak saat itu, Raden Saleh mendapat bimbingan dari Payen.
Setelah 10 tahun menetap di Bogor, Raden Saleh makin pintar dalam hal ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan menggambar peta-peta dan alam, termasuk juga ilmu bahasa, kesenian dan ilmu ukur. Melihat bakat istimewa dari anak didiknya itulah, Payen kemudian mengusulkan kepada sang Gubernur Jenderal agar mau mengirimkan Raden Saleh untuk belajar di Belanda.
Setelah berakhirnya Perang Jawa yang melibatkan Pangeran Diponegoro, pada 1829 Gubernur Jenderal van der Capellen mengirim Raden Saleh ke Belanda. Di negeri kincir angin itu ia belajar melukis pada pelukis-pelukis Belanda yaitu Cornelius Krusemen dan Andreas Schelfhout, atas saran A.A.J. Payen.
Pada tahun 1839, Raden Saleh berangkat ke Jerman untuk melukis para Raja dan Bangsawan serta melukis kuda-kuda peliharaan para pejabat di Jerman. Di negara ini, ia dikenal sebagai seorang pelukis Raja, kelak julukan tersebut tetap digunakan di Hindia Belanda.
Selama lebih dari 20 tahun di Benua Eropa, bakat melukis Raden Saleh kian terasah. Ia pun mulai terkenal sebagai seorang pelukis kehidupan hewan. Raden Saleh kembali ke Hindia Belanda dengan membawa seorang noni Belanda kaya raya bernama Constancia yang dijadikan istrinya.
Sepulangnya di Hindia Belanda, Raden Saleh membeli lahan di daerah Cikini, Batavia lalu mendirikan sebuah rumah tinggal untuk ditempati bersama istrinya. Rumah di Cikini memiliki gaya arsitektur bak Istana Callenberd di Beiersdorf, tempat ia pernah tinggal semasa di Eropa.
Riwayat hidup Raden Saleh lahir dari keluarga terpandang keturunan Jawa-Arab. Ayahya bernama Sayyid Husen bin Alwi bin Awal bin Yahya, dan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen. Dari sisi ibunya, Raden Saleh merupakan cucu dari Kyai Ngabehi Kertoboso atau Sayyid Abdoellah Boestaman yang pernah berkuasa di Terboyo.
Semenjak kecil, Raden Saleh diasuh oleh pamannya yang bernama Raden Adipati Surohadimenggolo, seorang Bupati Semarang yang bersimpati pada perjuangan Pangeran Diponegoro. Sedangkan kakak sepupunya, Raden Sukur ditangkap Belanda bersama Diponegoro.
Bakat melukis Raden Saleh kecil sudah mulai tampak saat ia masih duduk di Sekolah Rakyat. Pada 1817 pamannya yang lain, Raden Adipati Ario Panji Kartadiningrat Bupati Majalengka mengirim Raden Saleh untuk belajar di bawah pengawasan Residen Priangan, Baron Robert van der Capellen.
Dua tahun kemudian yaitu pada 1819, Raden Saleh melanjutkan pendidikannya di Bogor. Di kota hujan ini ia tinggal bersama Gubernur Jenderal G.A.G Baron van der Capellen yang adalah kakak dari Residen Priangan.
Di Bogor Raden Saleh belajar di bawah pengawasan Prof C.G.C Reindwart seorang ahli botani asal Jerman yang juga salah seorang perintis Land Plantentuin te Buitenzorg atau Kebun Raya Bogor. Pada saat itu, Reindwart masih menjabat sebagai direktur pertanian, kesenian dan ilmu pengetahuan di Hindia Belanda sejak tahun 1817.
Bakat melukis Raden Saleh mengundang ketertarikan A.J Payen seorang pelukis asal Belgia yang saat itu sedang mendapat tugas menggambar alam flora dan fauna untuk dokumentasi lands Plantentuin. Sejak saat itu, Raden Saleh mendapat bimbingan dari Payen.
Setelah 10 tahun menetap di Bogor, Raden Saleh makin pintar dalam hal ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan menggambar peta-peta dan alam, termasuk juga ilmu bahasa, kesenian dan ilmu ukur. Melihat bakat istimewa dari anak didiknya itulah, Payen kemudian mengusulkan kepada sang Gubernur Jenderal agar mau mengirimkan Raden Saleh untuk belajar di Belanda.
Setelah berakhirnya Perang Jawa yang melibatkan Pangeran Diponegoro, pada 1829 Gubernur Jenderal van der Capellen mengirim Raden Saleh ke Belanda. Di negeri kincir angin itu ia belajar melukis pada pelukis-pelukis Belanda yaitu Cornelius Krusemen dan Andreas Schelfhout, atas saran A.A.J. Payen.
Pada tahun 1839, Raden Saleh berangkat ke Jerman untuk melukis para Raja dan Bangsawan serta melukis kuda-kuda peliharaan para pejabat di Jerman. Di negara ini, ia dikenal sebagai seorang pelukis Raja, kelak julukan tersebut tetap digunakan di Hindia Belanda.
Selama lebih dari 20 tahun di Benua Eropa, bakat melukis Raden Saleh kian terasah. Ia pun mulai terkenal sebagai seorang pelukis kehidupan hewan. Raden Saleh kembali ke Hindia Belanda dengan membawa seorang noni Belanda kaya raya bernama Constancia yang dijadikan istrinya.
Sepulangnya di Hindia Belanda, Raden Saleh membeli lahan di daerah Cikini, Batavia lalu mendirikan sebuah rumah tinggal untuk ditempati bersama istrinya. Rumah di Cikini memiliki gaya arsitektur bak Istana Callenberd di Beiersdorf, tempat ia pernah tinggal semasa di Eropa.
Pada 1862, sebagian lahan halaman rumahnya dihibahkan untuk pembangunan kebun binatang dan taman umum. Kelak setelah merdeka, rumah peninggalan Raden Saleh difungsikan menjadi RS PGI Cikini sedangkan Kebun Binatangnya menjadi Kebun Binatang Cikini sebelum dipindahkan ke Ragunan. Lahan yang ada kemudian menjadi Taman Ismail Marzuki atau TIM.
Rumah tangga Raden Saleh dengan Constancia tidak bertahan lama. Setelah bercerai, Ia kemudian menikahi Raden Ayu Danudirja, puteri dari RMT Kertawangsa Kelapa-Aking (Kolopaking), yang juga salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro.
Pada 1868, Raden Saleh dan istrinya pindah ke Bogor. Masa remaja yang sebagian besar dihabiskan di kota yang sering turun hujan ini memberikan kesan tersendiri bagi Raden Saleh.
Di Bogor ia menyewa sebuah rumah yang letaknya berdekatan dengan Hotel Bellevue, sebuah hotel yang terkenal di Buitenzorg kala itu. Rumah yang disewa oleh Raden Saleh adalah milik seorang sultan Banjar yang menetap di Bogor, Raden Saleh menyewa rumah itu selama 4 – 8 tahun.
Selama tinggal di Bogor, Raden Saleh telah banyak menjalin persahabatan yang cukup luas dengan masyarakat setempat. Pada masa kini, bangunan rumah peninggalan Raden Saleh itu masih ada dan digunakan sebagai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bogor di Jalan Ir. Haji Djuanda Kecamatan Bogor Tengah.
Bentuk bangunannya sendiri di masa kini sudah banyak berubah dan nyaris tidak menyisakana ciri-ciri bangunan peninggalan kolonial. Facadenya sudah tertutup dinding yang dilapisi keramik. Walaupun bagian atapnya tetap bertahan dengan gaya lamanya, namun sebagian besar gentingnya telah diganti menjadi genting berglazur.
Sisa peninggalan lainnya adalah adanya pintu bawah tanah yang berada di samping kiri bangunan. Ada empat buah pintu bawah tanah yang masing-masing berukuran 1 x 2 meter. Konon, ruangan bawah itu dahulu pernah digunakan Raden Saleh untuk menyimpan macan-macan peliharaannya.
Rumah ini juga menjadi saksi hari-hari terakhir sang maestro lukis dunia itu sebelum meninggal dunia pada 23 April 1880. Setelah disemayamkan selama dua hari, jenasah Raden Saleh kemudian diantar oleh rombongan besar ke Bondongan.
Makam Raden Saleh sempat tak terurus
Raden Saleh dimakamkan di daerah Bondongan, Bogor Selatan. Selama bertahun-tahun setelah pemakamannya, kondisi makam semakin tidak terurus. Pada tahun 1921, banyak kerusakan di sekitar makam, termasuk banyaknya tanaman liar yang tumbuh menutupi area pemakaman tersebut.
Pada tahun 1953, atas perintah Sukarno makam Raden Saleh direstorasi dengan menunjuk F. Silaban. Setelah restorasi makam selesai, dilangsungkan upacara peresmian makam Raden Saleh oleh Pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Sukarno bersama Menteri Pendidikan, Pengayaan dan Kebudayaan, Moh. Yamin.
Dalam kesempatan itu, Moh.Yamin memberikan sambutan untuk mengenang kembali seniman dan pelukis besar Raden Saleh dengan pidatonya yang berjudul sketsa kehidupan Raden Saleh.
Fakta menarik Raden Saleh sang pelukis tersohor
- Setelah meninggal, Raden Saleh dimakamkan di daerah Bondongan, Bogor. Pada awalnya makamnya itu tidak bernisan oleh karena tidak adanya dana untuk itu. Sehingga diambil jalan keluar dengan melelang senapan laras dua milik Raden Saleh yang pernah dibelinya di Yogyakarta seharga dua ratus lima puluh gulden untuk membiayai pembuatan batu nisan.
- Ada anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa Raden Saleh meninggal secara tidak wajar karena diracun oleh pembantunya yang dituduh mencuri lukisan. Namun setelah diperiksa oleh dokter ada bukti yang mengungkapkan bahwa Raden Salahe meninggal akibat pembekuan darah atau trombosis (Java Bode)
- Pemakaman Raden Saleh terjadi pada hari Minggu tanggal 25 April 1880, dimulai pada jam 6 pagi. Jenasas Raden Saleh dibawa dari rumah duka ke masjid Empang untuk disholatkan, setelah itu baru dimakamkan di daerah Bondongan sesuai adat Islam.
- Iring-iringan pengantar yang ikut mengantarkan jenasah Raden Saleh antara lain Asisten Residen, para pegawai negeri Hindia Belanda (Ambtenaar), para tuan tanah, para pemuka agama di Bogor, perkumpulan Islam, dan banyak masyarakat umum yang ikut mengantarkannya ke peristirahatan terakhir. Hanya sedikit sekali dari orang-orang Eropa yang ikut hadir. (Java Bode: 28 April 1880)
- Sepeninggal suaminya, Raden Ayu Danudirja menjadi sering sakit-sakitan, belum lagi semua harta dan peninggalan Raden Saleh disita oleh negara. Empat bulan kemudian yaitu pada 31 Juli 1880, Raden Ayu Danudirja meninggal dunia dalam keadaan miskin, lalu dimakamkan disamping makam suaminya, Raden Saleh Sjarif Bustaman.
- Raden Saleh adalah satu-satunya pelukis yang dipercaya Gubernur Jenderal dan Pejabat di Hindia Belanda, karena itu ia kemudian dikenal sebagai Juru Lukis Radja yang bisa berarti pelukis orang-orang besar atau pelukis besar.
- Setelah ditinggalkan Raden Saleh, rumah Cikini diakui sebagai asset negara dan sempat digunakan sebagai bangunan museum dan pameran Raden Saleh pada 1890, namun setelah tahun 1910 difungsikan menjadi sebuah rumah sakit.
Demikian riwayat hidup Raden Saleh dan fakta menarik di balik kehidupan dan kematiannya.
Semoga bermanfaat
0 Response to "Riwayat Raden Saleh sang maestro"
Posting Komentar