Catatan Lama para Pengagum Bogor

Catatan Lama para Pengagum Bogor

catatan lama pengagum bogor

Promosi tentang keindahan dan kesejukan alam Kota Bogor di negara-negara Eropa sudah dilakukan sejak kota ini masih bernama Buitenzorg. Tak heran, kalau kemudian pada masa itu kota ini sudah mendapat kunjungan para pelancong dan wisatawan dari berbagai negara. Berikut beberapa catatan lama para pengagum Bogor.

Alfred Russel Wallace dalam bukunya yang fenomenal “The Malay Archipelago” pernah mengungkapkan kekagumannya terhadap Bogor saat berkunjung ke Kebun Raya. Tapi ia juga mengutarakan rasa kecewanya karena jalan setapak yang dianggapnya kurang nyaman dan terlalu melelahkan untuk jalan-jalan, terlebih di bawah teriknya matahari tropis.

Bogor menurut Wallace adalah rumah yang sangat menyenangkan. Tempatnya di ketinggian yang menimbulkan kesejukan pada sore dan malam hari, sehingga tidak perlu lagi orang-orang untuk sering berganti pakaian. Udara yang sejuk dan segar dapat mendorong siapapun untuk jalan-jalan selama beberapa jam setiap harinya.

Pemandangan yang indah, dipermewah lagi dengan Gunung Salak yang menjulang memberikan karakter latar belakang yang indah bagi landskap. Gunung Salak memang pernah meletus besar pada tahun 1699, namun sekarang kondisinya sedang tidak aktif.

Saat meninggalkan Buitenzorg, Wallace menyewa beberapa kuli panggul untuk membawa barang-barangnya ke sebuah kereta kuda yang dikendarainya. Kuda-kudanya itu harus diganti setiap 6 – 7 mil karena kondisi jalanan yang saat itu belum cukup layak.

Dalam perjalanannya meninggalkan Bogor, Wallace lebih sering turun dari kereta kudanya untuk berjalan kaki. Baginya akan lebih menyenangkan mengamati keindahan pemandangan dan udara yang sejuk dengan berjalan kaki.

Rumah-rumah penduduk yang dilewatinya selalu memiliki halaman yang ditumbuhi pohon buah-buahan. Sedangkan rumah tuan tanah (Landhuis) mempunyai halaman yang sangat luas dan indah, biasanya rumah ini dihuni oleh pemilik perkebunan atau pensiunan pegawai Belanda.

Wallace sangat kagum dengan keadaan Bogor saat itu. Baginya, wilayah perkampungan yang dilewatinya sangat menyenangkan dan berbudaya. Namun ada yang menarik perhatiannya, yaitu sistem budidaya terasering yang dilakukan di mana-mana. Padahal sulit sekali menemukan teasering seperti ini di belahan dunia lainnya.

Sistem terasering yang ada di Nusantara sepertinya diintroduksi olej kaum Brahmana dari India, karena di negara-negara Melayu sebelumnya yang ia datangi tidak ada sistem terasering di daerah permukimannya. Namun demikian, sistem ini telah berkontribusi dalam memberikan pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan di Jawa bagian barat.

Dataran rendah pegunungan Jawa benar-benar memberikan iklim yang sejuk dengan kesuburan tanahnya, biaya hidup yang murah, kehidupan dan kepemilikan yang terjamin adalah beberapa penyebab kenapa banyak orang Eropa yang menginginkan bekerja di pemerintahan, hidup menetap dan tidak punya keinginan kembali ke Eropa. Mereka tinggal secara tersebar di berbagai tempat yang masih bisa dijangkau, dan cenderung terjadi peningkatan secara perlahan populasi penduduk aslinya, kedamaian dan kemakmuran terus berlangsung dan menjalar ke seluruh negeri.

Dua puluh mil di luar Bogor dengan melalui jalan raya pos bisa dilewati Gunung Megamendung dengan ketinggian sekitar 4500 feet. Kawasan ini merupakan pegunungan yang indah dan hijaunya hutan perawan di perbukitan, yang bersama dengan perkebunan kopi tua di Jawa, sehingga bentuknya hampir menyerupai pohon-pohon di hutan. Sekitar 500 feet di bawah puncak gunung terdapat pondok penjaga jalan, dimana setengah dari bangunannya disewa untuk bermalam, kelihatannya kawasan ini menjajikan untuk menjadi tempat mengumpulkan koleksi.

Di kawasan ini cepat sekali ditemukan perbedaan yang mencolok dengan burung dan serangganya yang sangat berbeda dengan bagian timur. Pada hari pertama saja ditemukan spesies burung jenis Luntur jawa (Harpactes Reinwardti), Sepah gunung (Pericrocotus miniatus), yang terlihat seperti kobaran api diantara semak belukar, dan satu yang sangat jarang serta menimbulkan penasaran adalah kepudang dada merah (Analcipus sanguinolentus), semua spesies burung tersebut hanya ditemukan di Jawa.

A Journey to Java (1914)

Michael Mcmillan dalam bukunya A journey to Java (1914) menuturkan, ketika pergi menuju Bogor dengan menggunakan kereta dari Bandung yang tiba pada malam hari. Untuk menepis kegelapan, di dalam kereta disediakan sebuah lentera. Namun setibanya di Stasiun Bogor cahaya begitu terang benderang dan ditata dengan baik. Seorang penjemput berkebangsaan Belanda yang fasih berbahasa Inggris menjemput di Stasiun dengan menggunakan omnibus yang terparkir siap mengantar dan menunjukkan kamar yang sudah disiapkan di Hotel Bellevue. Meskipun hari telah gelap, namun kondisi ini tidaklah mengurangi keindahan Hotel.




Hotel Bellevue di Bogor Tempo Doeloe (Foto dari A Journey to Java 1914)



Hotel telah menyediakan dua kamar indah yang saling berhubungan, dimana kamar yang satu memiliki beranda terbuka dengan ruang duduk. Hotelnya bergaya Eropa dengan lantai berkarpet serta jendela bertirai, namun yang paling hebat adalah letaknya, dari balkon kamar tidur dapat dilihat pemandangan yang sangat indah.

Dari depan hotel terdapat sebuah sungai yang mengalir sepanjang lembah dengan tanaman tropisnya, lambaian nyiur kelapa, pisang dan bambu yang tumbuh sepanjang sungai, sementara rumah-rumah berwarna coklat berkelompok seperti sebuah titik diantara luasnya kehijauan. Jembatan gantung yang terbuat dari bambu berayun-ayun di udara karena ringannya dan membentang di beberapa tempat. Sementara di kejauhan terlihat menjulang Gunung Salak dengan kehijauannya.

Saya memandangi sungai tanpa bosan sedikitpun karena panorama keindahan terhampar dimana-mana, berbagai gambar dan kehidupan pribumi yang menggairahkan, keluarga prbumi pagi-pagi mandi di sungai, perempuannya mencuci pakaian dan mengeringkannya, kelihatannya mereka melakukannya sepanjang hari, sementara anak-anaknya berenang di sungai dari pagi sampai malam, terbukti mereka menikmatinya, terlihat dari senyum dan kegembiraan.

Kelihatannya mereka selalu membawa makanan kemana saja seolah mau bertamasya, mereka menyantapnya di udara terbuka dan ini menimbulkan kegairahan lain lagi melihat mereka duduk dimana saja di sekitar meja kecil, makan nasi dan buah, setelah seluruhnya selesai mulailah mereka menganyam keranjang atau bentuk lainnya. Pemandangan ini seperti bermain dengan pemandangan yang sama, namun berbeda pelaku.

Buitenzorg artinya bebas dari keruwetan, berada di ketinggian 853 feet di atas permukaan laut di tengah-tengah pegunungan dengan pemandangan yang indah. Iklimnya yang sejuk dan keberadaan Kebun Raya sebagai yang terbaik di dunia menyebabkan banyak saudagar mempunyai rumah di Bogor, mereka melarikan diri dari malaria di Jakarta mencari udara pegunungan yang segar dan sejuk.

Turunnya hujan terjadi rata-rata dua jam pada sore hari antara jam dua sampai jam lima, kelembaban dan sinar matahari di siang hari membuatnya jadi ideal untuk mengembangkan pepohonan, tanaman, dan bunga-bungaan.

Setelah sarapan di hotel kita sepakat untuk mengunjungi kebun yang terkenal sedunia, kebun ini bebas dimasuki siapa saja, namun untuk mengunjungi musium, herbarium, perpustakaan, dan laboratorium, membutuhkan perijinan. Pintu masuknya melalui gerbang batu yang dekat pasar Cina, lalu akan ditelusuri jalan kenari yang ditanam dan direncakan lebih dari 80 tahun yang lalu oleh Teysmann.

sempur tahun 1930Sempur tahun 1930



Dari kebun raya kita berkendaraan melewati kota menuju Batu Tulis, di sini ditemukan Batu keramat dengan tapak kaki yang besar yang katanya tapak kaki Buddha. Saat ini kami berdiri di puncak bukit yang suci, di bawah terlihat sungai dan jembatan bambu yang melintasinya. Struktur jembatannya mengagumkan, dengan lengkungan yang saling bertautan dan seluruhnya terbuat dari bambu.

Di Buitenzorg bisa ditemukan pasar yang menarik, terpajang berbagai buah-buahan seantori dunia yang mengagumkan dipenuhi berbagai warna, kuningnya pisang, merahnya rambutan, hijaunya duku, coklatnya manggis, serta berbagai buah-buahan lainnya yang berwarna-warni di bagian dalam, seperti pepaya dan melon. Berbagai keranjang, sarung, nasi, dan banyak lagi hasil pribumi di jual. Ini adalah pasar terbesar yang pernah kita lihat.

Buitenzorg mempunyai jalan yang lebar, dinaungi pohon kenari dan beringin, berbagai bangunan villa dengan kebunnya yang memberikan keindahan tanaman langka dan eksotik, tentunya didapatkan dari Kebun Raya. Dibandingkan dengan Surabaya, Bandung dan kota lainnya, Buitenzorg secara umum memberikan pengalaman yang berbeda.

0 Response to "Catatan Lama para Pengagum Bogor"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel